Seberapa setujukah anda tentang blog ini?

Kamis, 14 Juli 2011

From Bandara Internasional Soekarno Hatta to Bandara Internasional Sultan Hasanuddin (Part I)

Dua bulan lalu gue magang di daerah Kabupaten Takalar (daerah kelahiran gue) selama sebulan, dari tanggal 05 Mei - 05 Juni. Gue diakomodasi tiket PP CGKUPG dan UPGCGK oleh Kementerian Perindustrian tanpa harus booking tiket di travel lagi alias tiketnya gratis Alhamdulillah... Gue berangkat dari Jakarta via Bandara Internasional Soetta menumpangi pesawat SJ 598 X pukul 00.30. Tiba di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar pukul 04.00 subuh. wahh,,, akhirnya gw nyampe juga dengan selamat.


gue menelpon penjemput gue yang sudah berada di parkiran bandara dari sejam yang lalu sembari menunggu barang bawaan gue yang banyak dan berat banget di Baggage Claim. Setelah semua barang sudah gue ambil, gue berjalan menuju loby bandara yang lumayan jauh jg seh dengan membawa barang seberat ini,, ampun lengan gue pegel-pegel apalagi ntar harus dibonceng naik motor menuju rumah dengan jarak tempuh kurang lebih 30 menit perjalanan (30 km dari bandara). Ketika gue nyampe di loby bandara gue langsung berpapasan dengan penjemput gue dan ternyata beliau adalah om gue yang bekerja di Kawasan Industri Makassar (KIMA) yang lokasinya tidak begitu jauh dengan bandara int. Sultan Hasanuddin. Setelah berincang-bincang sejenak sambil istirahat melepaskan lelah dan waktu pun  menunjukkan pukul 05.00 gue langsung diantar menuju rumah yang lokasinya terletak di Kecamatan Galesong Selatan sebelah selatan kota Makassar.


Om gue langsung tancap gas begitu keluar dari pintu gerbang bandara int. Sultan Hasanuddin motor langsung melaju kecang melewati jln. Perintis Kemerdekaan  yang merupakan alternatif jalan kedua setelah jln. Insnyur Soetami (Tol Bandara) yang menghubungkan bandara dengan kota Makassar. pada saat masih di jln. Perintis Kemerdekaan kami singgah mengisi bensin, kemudian kembali melanjutkan perjalanan.  Dan tiba di Kota Makassar setelah memasuki jln. Urip Sumoharjo, sepanjang perjalanan  suasana kota cukup lengang di sisi kanan-kiri jalan hanya tampak beberapa orang berjalan kaki sepulang menununaikan ibadah shalat subuh di mesjid. melewati fly over  - Karebosi (pusat kota Makassar) -  melewati beberapa jalan dan sampai di Tanjung Bunga lokasi Trans Studio berdiri. Dari Tanjung Bunga ke Barombong  gue melewati jembatan Barombong  setelah melewati Barombong, Kecamatan Tamalate, Makassar Selatan. Gue memasuki wilayah Kabupaten Takalar tepatnya Desa Bontolebang, Kecamatan Galesong utara. Dari Galesong Utara rumah gue sudah dekat Gan... Kemudian Sampai di Galesong gue sudah tidak sabar lagi untuk bertemu dengan sanak keluarga, kurang lebih lima menit lagi gue nyampe rumah  dan berselang lima menit kemudian perkiraan gue benar-benar akurat sampai juga di rumahhh alhamdulillah.


Selama beberapa hari gue magang/PKL di Dinas Perindustrian Kabupaten Takalar, karena tugas gue adalah tugas lapang jadi, gue manfaatkan mengumpulkan data untuk penysunan KA. Selama gue berkeliling Takalar gue mengunjungi banyak IKM salah satunya di Kelurahan Takalar Lama, Desa Bontokassi, Desa Boddia, Desa Tamalate dan Desa Kalongkong di Galesong Utara. Waktu gue lebih banyak gue habiskan di Desa Boddia karena di desa ini merupakan pusatnya telur ikan terbang yang di tangkap oleh nelayan asli Galesong sekaligus gue sempatkan menjenguk nenek gue di Desa Boddia. Gue juga pergi ke Desa Kalongkong untuk mengumpulkan data tentang komoditi telur ikan terbang di rumah seorang pengusaha sukses yaitu H. Gassing Rapi beliau juga adalah putra Galesong di bawah naungan bendera CV. INDAH SARI.


Gue melakukan wawancara sedikit tentang komoditi telur ikan terbang gue sempat menanyakan beberapa hal sbb :


Gue entri inti-intinya saja karena begitu banyak datanya dan gue juga lagi malas...

  • Harga bahan baku/pokok : Rp.250.000,- (Kering)
  • Harga Ekspor : US$ 32  (Rp. 300.000,-)
  • Produksi telur Ikan Terbang Sulsel selama tiga tahun terakhir dari tahun 2008  jumlah tangkapan 800 ton/musim, 2009 menurun 800 ton – 600 ton, 2010 menurun 600 – 400 ton.   (6 bln) setiap tahunnya. Yaitu bulan April – september.
  • Penyebab berkurangnya yaitu lokasi penangkapan tarbatas, Perubahan iklim dan cuaca kurang bagus.
  • Harga Produk telur ikan terbang kering. Rp. 40.000/60 gram basah
  • Kemasan kantong plastik 2 kg/kemasan = 1 box 10 kantong (20 kg)

Peralatan masih manual... Karton.
undefined
Salah satu sumberdaya perikanan yang dimiliki Indonesia adalah ikan terbang. Ikan terbang merupakan ikan pelagis, hidup di perairan terbuka, dan dalam migrasi tahunannya ikan terbang hanya melepaskan telurnya di daerah-daerah tertentu (Oxenford, 1994). Sumberdaya ini merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources), artinya jika sumberdaya ikan terbang dimanfaatkan sebagian, sisa ikan yang tertinggal mempunyai kemampuan untuk memperbaharui dirinya dengan berkembang biak.  Di Sulawesi Selatan, ikan terbang bersama telurnya telah lama dikenal dan diusahakan, terutama di perairan Selat Makassar bagian selatan dan Laut Flores.  Walaupun ikan terbang termasuk ikan yang kurang komersial, namun harga telurnya cukup mahal dan merupakan komoditas ekspor.
Kondisi ini sebenarnya kurang menguntungkan ditinjau dari kelestarian sumberdaya karena tekanan penangkapan terhadap populasi ikan ini makin kuat dan berakibat struktur populasi ikan mempunyai kemampuan memulihkan diri sangat rendah atau lambat.

Ikan terbang termasuk famili Exocoetidae yang terdiri dari genera Cheilopogon, Cypselurus, Exocoetus, Hirundichthys, Parexocoetus, dan Prognichthys dengan 50 – 60 spesies.  Hampir setengah dari spesies ini masuk ke dalam genus Cheilopogon (Dasilao et al., 1996; Parin, 1999).  sedangkan di perairan Indonesia kebanyakan berasal dari genus Cypselurus (Nontji, 2005).  Klasifikasi ikan terbang (Cheilopogon sp. dan Cypselurus sp.) secara lengkap adalah (Parin, 1999; Nelson, 2006; Standard Names of Australian Fishes, 2006):

Karakter ikan terbang yaitu bentuk tubuh memanjang, silindris, beberapa spesies mempunyai bagian perut yang datar, kepala pendek, dan mulut kecil.  Gurat sisi(lateral line) berada tepat menyentuh dasar sirip perut yang berfungsi sebagai alat deteksi terhadap mangsa dari bawah, dan mata yang diadaptasikan untuk melihat, baik di udara maupun di dalam air (Kutschera, 2005). 

Ikan terbang memiliki sisik sikloid yang mudah lepas.  Tidak mempunyai sirip berjari-jari keras, sirip punggung dan sirip dubur letaknya jauh ke belakang tubuh.  Sirip perut abdominal berukuran panjang mencapai pangkal depan dasar sirip anal. Sirip dada panjang, selalu mencapai pangkal sirip punggung.  Kedua sirip dada yang panjang tersebut diadaptasikan sebagai sayap untuk terbang melayang keluar dari permukaan air ke udara sejauh 200 m bahkan lebih untuk menghindari predator atau suatu mekanisme penghematan energi (Kutschera, 2005).  Sirip ekor bercabang dua dengan cabang bawah lebih panjang dari bagian atas  (Parin, 1999; Bigelow dan Schroeder, 2002). 

Biasanya perikanan ikan terbang lebih melimpah di perairan yang mempunyai salinitas tinggi.  Yahya et al. (2001) telah meneliti hubungan antara faktor oseanografi dan hasil tangkapan ikan terbang di Selat Makassar.  Mereka mengatakan bahwa sebaran salinitas permukaan laut tertinggi di Selat Makassar terjadi pada Musim Timur dengan kisaran antara 33,20 – 33,69 o/oo, diduga karena adanya massa air yang bersalinitas tinggi masuk dari Laut Flores dan Laut Banda hingga awal peralihan Musim Timur ke Musim Barat.

Telur ikan terbang (Flyingfish Roe) atau biasa juga disebut "tobiko" merupakan komoditas eksport. Eksploitasi telur ikan terbang sangat mempengaruhi stok perikanan ikan terbang. Dalam dua tahun terakhir terjadi penurunan tangkapan ikan terbang di wilayah perairan Sulawesi Selatan. Pada 2009 misalnya, jumlah tangkapan mencapai 600 ton. Sementara pada 2010 jumlah menurun hingga 300 ton. Kekhawatiran akan menghilangnya produksi telur ikan terbang sangat beralasan, karena eksploitasi telur mengakibatkan siklus hidup ikan terbang terputus. Musim penangkapan telur ikan terbang terjadi pada musim pemijahan ikannya yaitu bulan April/Mei dan September/Oktober, dan puncak pemijahan terjadi pada saat ini (Juni dan Juli).

Beberapa produk telur ikan terbang dapat diperoleh di pasaran dalam berbagai bentuk.  Ada yang dalam bentuk segar dan dapat dibeli di pasar lokal Makassar, atau sebagai acar telur ikan terbang yang tersedia di sejumlah restoran.  Sedangkan telur ikan kering dan telur ikan yang siap saji lebih diperuntukkan bagi usaha eksport.  Negara tujuan eksport telur ikan terbang yang utama adalah Jepang, Korea, dan Taiwan.  Telur ikan terbang menjadi komoditas berharga di pasar internasional. Harga telur ikan lokal saat ini Rp 300.000 per kilogram. Telur yang sudah dibersihkan dijual Rp 350.000 per kilogram untuk diekspor.

Komponen utama dari telur ikan terbang kualitas eksport adalah protein 39.3%, air 26%, dan lemak 3.1% (Hanafiah & Chumaidi, 1981).  Ini berarti protein yang terkandung dalam telur ikan terbang asal Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein telur ikan lain yang umumnya antara 25-36%.  Sebaliknya, kandungan lemak dari telur ikan terbang tergolong rendah yaitu 3.1% dibandingkan dengan rata-rata telur ikan lain (4 – 40%).  Dengan demikian telur ikan terbang dapat dikatakan makanan lezat berprotein tinggi dan rendah lemak (Syahilatua, 2009).

Standar mutu eksport Telur Ikan Terbang Kering yang diberlakukan di BPPMHP Makassar adalah sesuai Standar Nasional Indonesia yaitu:
Sesuai SNI-2027.2:2010:


Bahan baku Telur Ikan Terbang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
-          Kenampakan     : Utuh, bersih, warna kuning keemasan, cemerlang
-          Bau                    : Normal, spesifik jenis
-          Tekstur              : Padat, kompak




Sesuai SNI-2027.1:2010:
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
a.    Sensori
Angka (1-9)
Minimal 7
b.    Cemaran mikroba
-       ALT
-       E. Coli
-       Salmonella
-       Vibrio cholerae
-       Staphylococcus aureus

Koloni/g
APM/g
Per 25 g
Per 25 g
Koloni/g

Maksimal 1.0x105
Maksimal <3
Negatif
Negatif
Maksimal 1x103
c.     Kimia
-       Kadar air
-       Kadar abu

%
%

Maksimal 20
Maksimal 0.3


Comments :

0 komentar to “From Bandara Internasional Soekarno Hatta to Bandara Internasional Sultan Hasanuddin (Part I)”

Posting Komentar